“Di setiap sarana industri, sarana distribusi mulai dari distribusi bahan baku, sarana distribusi obat, hingga sarana pelayanan kefarmasian harus ada apoteker. Dalam regulasi, profesi apoteker sudah didudukkan, sehingga ditempatkan pada posisi yang penting.” terang Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPOM RI L. Rizka Andalusia. Hal tersebut diungkapkan saat beliau membuka acara “Dialog Bersama Profesi Apoteker Bidang Distribusi dalam Implementasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)” pada Jumat (03/05/2024). Lebih lanjut, Plt. Kepala BPOM menyampaikan hal ini menunjukkan bahwa apoteker adalah profesi yang benar-benar dibutuhkan dan lekat dengan pekerjaan kefarmasian.
Apoteker memiliki peran yang sangat krusial dalam penjagaan mutu dan integritas obat. Apoteker juga bertanggung jawab untuk memastikan setiap tahap dalam distribusi obat berjalan sesuai dengan standar CDOB dan memastikan obat diterima masyarakat dengan efektif dan aman. Dan yang tak kalah penting, apoteker juga memiliki peran dalam mencegah penyimpangan obat ke jalur ilegal.
Hal ini menjadi salah satu latar belakang penyelenggaraan kegiatan Dialog Bersama Profesi Apoteker yang diselenggarakan secara hybrid (offline dan online) di Gedung Merah Putih Lantai 8 BPOM. Dialog ini diikuti oleh anggota organisasi profesi serta perwakilan apoteker dari seluruh Indonesia.
Dalam kesempatan ini, Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif atau Deputi I BPOM, Rita Endang, juga memaparkan materi mengenai “Peran Apoteker Dalam Praktik Kefarmasian di Bidang Distribusi Obat”. Rita Endang mengingatkan kembali tentang peran apoteker sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, serta Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik.
Deputi I menegaskan bahwa peran apoteker dalam distribusi obat bukan hanya terkait perizinan, melainkan juga bertanggung jawab untuk menerapkan seluruh aspek CDOB. Penerapan tersebut mulai dari pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran, serta mencegah diversi obat baik dari sarana legal ke ilegal maupun sebaliknya.
Setelah pemaparan materi, acara dilanjutkan dengan penandatanganan komitmen dalam rangka mendukung implementasi CDOB oleh organisasi profesi apoteker. Hadir untuk menandatangani komitmen antara lain Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Perkumpulan Apoteker Sejahtera Indonesia (PASI), Himpunan Seminat Farmasi Distribusi (Hisfardis), Himpunan Seminat Farmasi Industri (Hisfarin), Quality Assurance-Quality Control (QA-QC) Managers Group Indonesia, dan Perkumpulan Farmasis Indonesia Bersatu (FIB).
Plt. Kepala BPOM mengajak apoteker untuk terus-menerus meng-upgrade diri, meningkatkan kompetensi melalui pelatihan dan pendidikan, serta cepat beradaptasi dengan regulasi terkini. Apoteker juga harus mampu memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dalam manajemen distribusi obat. Di sinilah peran penting organisasi profesi dibutuhkan. BPOM mendorong organisasi profesi untuk berperan lebih aktif dalam memberdayakan maupun menjaga anggotanya yang melaksanakan pelayanan kefarmasian agar tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku.
Komitmen, semangat, dan motivasi untuk secara konsisten menerapkan standar CDOB dalam pengelolaan obat akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap transformasi kesehatan, khususnya pada pilar ketahanan kesehatan. Diharapkan peningkatan ketersediaan dan keamanan pendistribusian obat dapat mempercepat tercapainya tujuan kesehatan nasional. (Dis-Lili/HM-Nelly)
Tulis Komentar